Nafsu Inge Rekan Kerjaku
- Kejadian ini saat aku belum menikah dan masih bekerja di perusahaan
distribusi makanan. Aku saat itu menjadi Chief Account Officer dan salah
seorang stafku yang baru bekerja 4 bulan namanya Inge, dia seorang
sarjana ekonomi yang baru setahun lulusnya umurnya masih 23 tahun. Dulu
saat pertama kali masuk kantor kulihat sering diantar dan dijemput pakai
motor oleh pacarnya, tetapi sudah ada seminggu terakhir Inge selalu
mengendarai motor sendiri. Memang Inge berwajah manis, hanya sayang
kurang tinggi sedikit.
Yang menarik buat lelaki semacam
saya adalah bibirnya yang selalu kelihatan basah terus karena lidahnya
sering dipakai membasahi bibirnya dan selain itu model rambutnya yang
pakai gaya sedikit yang terurai di dekat telinga dan diberi jelly hingga
kelihatan basah. Juga yang kelihatan sensual adalah cara berpakaiannya
karena Inge selalu pakai baju atau kaos yang agak ketat sehingga
perutnya kelihatan ramping dan buah dadanya terlihat agak menonjol.
Memang buah dadanya sendiri tak terlalu besar tetapi cukup bagus bila
pakai baju atau kaos yang ketat.
Suatu saat aku tegur dia,
“Inge, kenapa sekarang kamu naik motor sendiri?”
“Yaahh, yang antarin sudah nggak ada”, sahutnya.
“Masak iya, kemana pacarmu itu?” tanyaku.
“Aach, nggak tahu pergi kemana dia, biarin saja”, jawabnya dengan nada kesal.
Beberapa
hari kemudian, saat makan siang, aku melewati kamarnya, kebetulan cuma
Inge seorang diri dan sedang makan, rupanya yang lain makan keluar,
segera kumasuk dan duduk di depan mejanya. “Makan sendirian saja?”
“Iya Pak, sahutnya. Sambil makan, Inge melihat-lihat iklan bioskop di koran. Tiba-tiba Inge berbicara,
“Waah, film Mandarin ini bagus Pak, Inge kepingin nonton tapi nggak ada teman sekarang.”
“Kalau memang nggak ada teman nanti saya temani” kataku.
“Ah, Bapak bisa saja, nanti pacar Bapak marah lho!” sahutnya.
“Yaa, jangan sampai ketahuan dong, sekali-kali kan nggak apa-apa”, kataku.
“Kalau sungguh, kapan Bapak bisanya? asal jangan yang malam-malam, paling lambat yang pukul 7.00 malam”, jelas Inge.
“Besok malam? Pokoknya jangan Sabtu dan Minggu malam itu acara Bapak sudah patent” kataku.
“Kalau gitu besok malam ya Pak?”
“Boleh, Bapak jemput jam berapa?”
“Inge sampai kost jam 5 sore, lalu mandi dulu, jadi kira-kira pukul 6 sore ya!”
“Oke”, sahutku.
Besok
sorenya setelah saya pulang ke kost dan mandi lalu siap ke kostnya
Inge. Sampai di sana ternyata Inge belum selesai hingga kutunggu
beberapa menit, kemudian kita langsung berangkat. Karena baru pukul 6.10
padahal filmnya mulai pukul 7, maka kita putar-putar kota dulu. Dalam
mobil aku bilang dengan Inge kalau lagi nggak dinas begini jangan
panggil aku Pak, sebab umur kami paling hanya berbeda 7 tahun, aku jadi
nggak enak dong. Akhirnya setelah putar-putar kita langsung ke bioskop
dan beli tiket lalu masuk, aku memang sengaja minta tempat duduk yang di
pinggir. Rupanya filmya kurang bagus, sebab sampai saat mulai
penontonnya hanya sedikit.
Memang artis-artis yang main
seksi-seksi, apalagi film Mandarin terhitung banyak yang berani juga
actionnya. Kalau pas adegan yang hot Inge tiba-tiba memegang tanganku,
suatu saat kalau adegan panas sebelum tangannya Inge yang beraksi
kupegang dulu telapak tangannya erat-erat.
Walaupun
adegan panas sudah berlalu tangannya tetap kupegang terus dan
perlahan-lahan tangannya kuletakkan di atas pahanya. Ketika Inge masih
diam saja atas aksi ini, maka jari-jariku kupakai untuk mengutik-utik
pahanya yang sudah terbuka karena roknya yang agak pendek itu naik kalau
buat duduk. Beberapa menit hal itu kulakukan dan Inge pun masih diam,
lalu tangannya kutarik ke paha lebih atas sekaligus untuk menyingkap
roknya supaya naik ke pangkal paha.
Setelah kulihat
roknya menyingkap sampai hampir pangkal pahanya sehingga paha yang mulus
itu terlihat remang-remang dengan penerangan cahaya dari film saja. Aku
pura-pura diam sebentar, kebetulan ada adegan panas lagi dan tanganku
segera memegang pahanya dan tangan Inge memegang bagian atas tanganku.
Kupikir Inge akan melarang kegiatan tanganku itu, tetapi tangannya hanya
ditumpangkan saja di tanganku. Kuberanikan lagi operasi ini, tanganku
kuusapkan ke pahanya dari atas lutut sampai ke atas dekat pangkal
pahanya. Sudah ada 5 menit aku melakukan ini bergantian paha kanan dan
kiri, tapi Inge tetap diam hingga nafasku yang mulai memburu.
Akhirnya
kuberanikan tanganku untuk mengusap pahanya sampai ke selakangannya
hingga menyentuh CD-nya dan bagian kemaluannya kugelitik dengan 2
jariku. Saat itu Inge kelihatan mendesah sambil membetulkan duduknya.
Kugelitik terus clitorisnya dengan jari dan kadang-kadang jariku
kumasukkan ke dalam lubang vaginanya, ternyata lubangnya sudah basah
juga.
Belum beberapa lama, Inge menggeliat duduknya dan
bilang, “Oom, Jangan digitukan nanti basah semua vagina Inge juga
CD-nya, sebab Inge punya banyak keluarnya.” Lalu tanganku kutarik dan
kupindahkan ke pahanya saja.
Aku bisiki, “Nanti lain kali saja sambil santai di hotel ya?”.
Inge mengangguk dan berkata, “Kira-kira minggu depan saja sebab kalau sering pergi malam nanti nggak enak dengan tante kost”.
Setelah
film selesai sambil jalan keluar, kurangkul pundaknya dan Inge pun
memegang pinggangku sambil kepalanya disandarkan ke bahuku. Kuajak Inge
makan malam sekalian sambil ngobrol macam-macam. Aku bertanya,
“Inge, biasanya kamu diajak pacarmu santai di mana?”
“Yaah,kadang-kadang
di hotel P atau Hotel NP di atas Candi kadang-kadang juga di Hotel R di
bawah kalau malas jauh-jauh.” Dengan jawaban Inge itu, aku sudah dapat
mengambil kesimpulan bahwa Inge saat ini sudah bukan perawan lagi, jadi
aku berani untuk mengajaknya ke hotel minggu depan.
Selesai
makan kuantarkan Inge pulang, sebelum turun mobil kupeluk dia dan dia
pun membalasnya dengan merangkul leherku kuat-kuat untuk menerima ciuman
dan kecupan-kecupan pada bibirnya dan selesai itu dengan sedikit teknik
tanganku menyambar dan memijit buah dadanya. “Acch.. nakal ya Oom?
katanya, dan “Bye… bye….” Pada keesokan harinya saya bertemu Inge di
kantor dan kita bersikap biasa-biasa saja sehingga tak ada teman yang
curiga kalau kita telah pacaran semalam. Saat kutanya kenapa sang pacar
tak mengantar lagi, Inge bilang kalau pacarnya sekarang lagi renggang
walaupun belum putus 100 % karena pacarnya yang SH itu dan bekerja
sebagai salesman electronic itu belakangan suka tersinggung tanpa sebab
yang jelas. Mungkin iri atau malu karena Inge dapat kerjaan dengan gaji
yang semetara ini lebih besar dari padanya.
Suatu siang
di hari Rabu seminggu setelah kita menonton, kebetulan Inge datang ke
kamarku dengan membawa laporan-laporan yang kuharus tanda tangani. Inge
bertanya,
“Pak, nanti malam Bapak ada waktu?”
“Kenapa?” tanyaku pura-pura sebab dalam hatiku saat-saat inilah yang kunantikan.
“Kalau Bapak ada waktu, Inge kepingin makan di luar tapi kok nggak ada teman”, sahutnya.
“Oke, kalau Inge yang ngajak saya bersedia. Jam 6 sore seperti minggu lalu saya datang ke kost, ya Inge?” kataku.
“Terima kasih ya Pak.”
Sore
itu aku cepat-cepat pulang dan segera mandi. Jam 5.30 sore aku siap
berangkat ke kost Inge, karena terlalu pagi Inge belum siap dan kutunggu
di ruang tamu. Baru kira-kira 10 menit kemudian Inge keluar. Aku sempat
terpesona beberapa saat, karena Inge yang saya tahu biasanya memakai
rok agak mini dengan baju atau kaos pendek perutnya dan agak ketat. Kali
ini tampil dengan memakai gaun panjang warna ungu dengan belahan yang
agak tinggi di bagian paha sebelah kirinya, sehingga kalau jalan pahanya
yang kiri dan putih bersih itu kelihatan dengan jelas dan bagian dalam
pahanya kanan juga tampak samar-samar.
“Ceeek….
ceekkk…. ceeekkk”, komentarku. Inge bahkan tersenyum manis dan kemudian
memutar tubuhnya dan bagian punggungnya terbuka lebar sampai ke bawah
dengan model huruf V sampai di atas pinggulnya. Aku yakin sekali kalau
Inge pasti tidak pakai bra sekarang. Tanpa duduk, Inge langsung mengajak
berangkat. kurangkul pinggangnya, Inge jadi agak kikuk takut kalau
tante kostnya tahu. Begitu masuk mobil kuminta untuk mengecup dulu
bibirnya yang merah merekah dan basah terus itu, sambil punggungnya yang
terbuka itu kuusap-usap dan ternyata dugaanku benar saat dadanya
kutekan erat-erat ke dadaku terasa gumpalan daging yang kenyal dengan
nama payudara tanpa terlindungi spons BH menempel di dadaku. Denyut
jantungku langsung berdetak cepat. Kemudian mobil mulai kujalankan dan
tangan Inge diletakkan di atas paha kiriku sambil kadang-kadang memijit
pahaku.
“Mau makan kemana Inge?”
“Terserah Bapak”, katanya.
Memang
Inge tetap tak mau panggil aku dengan sebutan lain, ia pilih dengan
“Pak” karena takut salah ngomong kalau di kantor nanti.
“Kalau makan sate kambing apakah Inge suka?” tanyaku.
“Mau Pak, malah sebenarnya Inge sudah lama tak pernah makan itu karena pacar Inge tak suka daging kambing”, katanya.
Akhirnya
kita ke rumah makan sate kambing. Saat turun dari mobil dan masuk ke
rumah makan sekarang ganti Inge yang selalu merangkul pingganku. Inge
duduk di sebelah kananku. memang kuatur demikan supaya tangan kananku
bisa dekat dengan paha kirinya yang terbuka sampai ke atas untuk
kuraba-raba.
Memang kali ini Inge berbeda dengan waktu
nonton film, kali ini Inge tampak ceria dan manja. Saat duduk makan Inge
duduknya merapatkan tubuhnya ke tubuhku serta tangannya memegang
pahaku. Tanganku sebelum beraksi di pahanya kupakai untuk mengusap-usap
punggungnya yang terbuka.
Untuk saat itu rumah makan masih sepi
pengunjung,jadi aku agak bebas berkarya. Setelah puas meraba punggungnya
tanganku kususupkan ke dalam roknya ke daerah pinggang dan turun di
sana tanganku meraba CD-nya.
Kemudian tanganku bergerak
ke atas dan menyusup ke bawah ketiaknya dan menuju ke samping depan
sehingga ujung jariku dapat menyentuh samping payudaranya yang
benar-benar masih kenyal. Pekerjaan tanganku berhenti saat pelayan
membawa makanan ke meja kami. Saat makan tanganku kadang mulai meraba
pahanya kiri yang terbuka itu.
Inge betul-betul penuh
pengertian saat tangan kananku sibuk meraba pahanya, ia yang menyuapkan
nasi ke mulutku hingga tanganku diberi keleluasaan untuk bermain di
pahanya dan sampai vaginanya pun kuraba-raba dengan penuh kemesraan.
Kadang-kadang tangan kananku kupakai untuk menyendok makanan lagi, tapi
lebih sering kupakai untuk berkarya di paha dan lubang vaginanya sedang
Inge yang terus dengan kasih sayangnya menyuapiku dengan makanan sampai
suatu saat Inge mendesah dan memegang tanganku yang berkarya erat-erat
seraya berkata, “Pak, karya tangan Bapak benar-benar hebat bisa membuat
Inge basah.”
Lalu kuraba vaginanya ternyata CD-nya juga
sudah basah apalagi lubang vaginanya, ujung jar-jariku kumasukkan ke
lubangnya untuk bisa mengkait lendir yang menempel di bibir vaginanya,
ternyata usahaku itu berhasil juga. Kulihat ada lendir kental mirip
cendol menempel di ujung telunjukku, segera kujilati lendir itu dan
kutelan bersama makanan yang disuapkan oleh Inge. Aku betul-betul merasa
“hot” makan daging kambing dicampur lendir Inge, kurebahkan kepalaku ke
kepalanya Inge sambil berbisik, “Inge sayang, saya menyayangimu.” Inge
menjawab, “Pak, sebentar lagi Inge menjadi kepunyaan Bapak seluruhnya,
Inge akan memberikan segalanya yang terbaik untuk Bapak nanti.
Percayalah!” sambil mencium pipiku.
Selesai makan, kita
langsung menuju Hotel CB di kota atas yang banyak pemandangannya
walaupun itu hotel kuno. Kita langsung check in. Inge tetap manja, jalan
sambil merangkul pinggangku dengan badannya disandarkan ke tubuhku.
Pintu kamar segera kukunci setelah pelayan menyiapkan air minum, sabun
dan handuk.
Inge ganti kupeluk dan ia pun merangkul
leherku erat-erat hingga permainan ciuman mulut, bibir dan lidah
berlangsung dengan hangatnya dan penuh kemesraan. Karena saat aku
menciumnya, kukecup dalam-dalam bibirnya dengan penuh perasaan hingga
Inge bukan merasakan kenikmatan saja tetapi juga merasakan kasih
sayangku. Setelah berciuman dengan mesranya untuk beberapa saat, maka
tanganku kupakai untuk meraba punggungnya yang terbuka, kurasakan tubuh
Inge cukup hangat lalu kupegang rok bagian kedua pundaknya dan kutarik
ke depan, Inge pun membantu dengan meluruskan tangannya ke depan
sehingga roknya bagian atas langsung lepas dan payudaranya yang masih
kenyal dan hangat kalau diraba itu terlihat dengan jelas di depan mataku
ditambah putingnya yang kelihatan mulai membesar dan tegang dengan
warna merah padma membuatku terpesona.
Walaupun aku
sudah sering menelanjangi dan meniduri pacarku di hotel, tetapi bentuk
tubuhnya yang berbeda itu mempunyai daya rangsang yang tersendiri. Hanya
karena kebiasaan yang sudah sering melihat pacarku dalam keadaan
telanjang bulat itu yang bisa membuat aku mengendalikan emosi dan gelora
nafsu mudaku. Roknya terus kutarik ke bawah sehingga terlepas semua
kemudian kuambil dan kutaruh di atas meja dan Inge kuangkat untuk
kutidurkan di ranjang dengan masih memakai CD saja. Tapi CD-nya pun
kulorot untuk dilepas dan vaginanya yang seperti bukit kecil itu
tertutup oleh rambut yang cukup lebat.
Aku kemudian
melepas T-Shirtku dan celana panjang serta CD-ku sambil memandangi tubuh
Inge yang telentang di ranjang dengan pose yang menggiurkan ditambah
lidahnya yang sering membasahi bibirnya itu. Kudekati Inge kemudian
kuciumi seluruh wajahnya dengan tangan menjelajahi seluruh daerah
dadanya termasuk lembah dan bukit maupun puncak payudaranya sampai ke
pusarnya dan perut bagian bawah. Setelah ciumanku berpindah ke bagian
dadanya terutama bukit-bukit payudaranya, tanganku mulai beraksi di
sekitar vaginanya serta pahanya serta sekali-kali rambut bawahnya
kutarik pelan-pelan sambil jari tengahku menggelitik clitorisnya yang
mulai nongol.
Lalu kuciumi terus perutnya bawah sampai
rambut kemaluannya dan daerah sekitar vaginanya dan pahanya serta
tanganku terus mengusap dan memijit betis serta telapak kakinya.
Ciumanku terus ke lututnya, kemudian ke betis, tumit kaki lalu telapak
kakinya sampai jari-jari kakinya pun kuhisap satu persatu semua baru aku
balik naik menghisap daerah selakangannya dengan membuka lebar-lebar
pahanya lalu daerah antara anus dan vagina itu kucium dan kukecup serta
kujilati sehingga Inge mendesah kenikmatan dan terasa ada cairan lendir
yang menyemprot keluar dari lubang vaginanya. Setelah kulihat benar
terlihat dari lubangnya vagina mengalir keluar cairan lendir dengan bau
khusus.
Langsung kucucup lubangnya dan kusedot
kuat-kuat hingga sruuuuttt… lendirnya masuk ke dalam mulutku dan
kugelitik terus selangkangannya supaya cairan nya keluar lagi lebih
banyak dan kusedot terus dan ternyata benar Inge masih mengeluarkan
lendirnya yang masuk kemulutku. Rasanya asin2, asem dengan bau khas
seperti juga milik pacarku, aku memang jadi semangat dengan minum
lendirnya.
Langsung saja Inge kuajak main dengan pose
69, aku segera naik ke atas tubuhnya dan penisku kupaskan dihadapan
mulut Inge supaya mudah ia untuk mempermainkan penisku dengan lidah dan
mulutnya sedang aku sendiri segera menyingkap rambut kemaluannya yang
rimbun itu untuk menjilati clitorisnya. Lalu kugigit-gigit dan
kutarik-tarik juga clitorisnya dengan bibirku. Inge tampak terangsang
sekali dengan permainan mulutku di daerah vaginanya, apalagi pahanya
sekarang kubuka lebar-lebar dan selangkangannya antara anus dan
vaginanya kugosok terus dengan jari-jariku dan kadang-kadang kujilati.
Begitu
clitorisnya kugetarkan dengan ujung lidahku yang bergerak begitu cepat
(seperti lidah cecak katanya pacarku) hanya semenit saja Inge sudah
berontak dengan kakinya dan pantatnya digerakan kesana kemari kemudian
mengaduh, “Aduuuuh Pak, Inge nggak tahan… sudah keluar dan lemas Pak.”
Saat itu terasa lendirnya menyemprot dan mengenai hidungku, segera
kucucup lagi lubang vaginanya untuk kusedot semua lendirnya yang sudah
keluar di lubang vaginanya. Aku merasakan kenikmatan juga dari semprotan
lendirnya itu dan vaginanya jadi basah semua.
Aku sekarang membelai rambutnya dan mengusap keringat yang banyak dikeningnya serta bertanya,
“Inge sayang, apakah Inge sudah capai?”
“Belum
Pak, Inge cuma lemas saja karena tak kuat menahan kenikmatan yang luar
biasa dari permainan lidah Bapak tadi, rasanya sampai ujung rambut dan
ujung kaki Pak” sahutnya.
“Kalau begitu kita main lagi ya?” kataku.
Inge
mengganggukan kepala. Lalu aku naik lagi ketubuhnya dan kumasukkan
penisku pelan-pelan ke lubang vaginanya, kemudian kutarik keluar lagi
pelan-pelan setelah masuk keluar ini lancar berulang-ulang lalu penisku
langsung kubenamkan seluruhnya ke dalam vaginanya, sampai Inge menghela
napas panjang menahan sakit dan nikmatnya karena katanya masuknya
terlalu dalam.
Setelah itu kugerakan pantatku memutar
searah jarum jam sehingga Inge menjerit kenikmatan terus karena
clitorisnya tergesek oleh rambut kemaluanku dan dinding dalam vaginanya
tergesek oleh batang penisku yang mengeras sehingga ia berbisik, “Aduuuh
Pak, nikmat rasanya luar biasa. Aku mau orgasme Pak.” Mendengar itu aku
langsung menciumi payudaranya yang sebelah kiri, karena Inge bilang
lebih sensitive dari pada yang kanan dan putingnya langsung kugetarkan
lagi dengan ujung lidahku. Tanpa basa basi lagi hanya beberapa detik
terasa vaginanya mencengkeram penisku dan berdenyut-denyut serta ada
lendir hangat yang menyiram penisku. Inge sudah klimaks, ia tampak
terkulai lemas.
“Capai Inge, sayang?” tanyaku.
“Iya… Pak” sahutnya lirih manja.
“Tolong Inge diberi air maninya Pak” pintanya.
“Sekarang?” tanyaku.
“Iya Pak.”
“Tahan sebentar lagi iya, nanti aku semprotkan”.
Lalu
aku mengkonsentrasikan segenap pikiranku pada segala keindahan tubuh
Inge yang sedang kunaiki ini dan tingkah polanya yang merangsang sambil
memandang bibirnya yang merah basah merangsang. Kugenjot terus gerakan
penisku naik turun dan semakin lama semakin cepat sampai Inge
menggeliat, menggelinjang tak karuan sambil menarik lepas sprei dan
meremas-remasnya dan akhirnya, crruuuutttt… cruuuuuttttt… crrruuuutt,
maniku menyemprot kedalam vaginanya sambil kutekan terus penisku
dalam-dalam ke vaginanya.
“Sssseeetttt…. aacccchh, Inge
merasakan kehangatan yang luar biasa dari air mani Bapak.” Dan Inge pun
orgasme lagi karena penisku merasakan vaginanya berdenyut-denyut lagi.
Setelah beberapa menit kita istirahat dengan tidur bertindihan sambil
berpelukan, kita bangun tidak terasa jam telah menunjukkan pk 9.30.
Karena sudah agak malam Inge cepat-cepat bangun dan mengambil handuk
yang dibasahi lalu membersihkan penisku dan kemudian vaginanya. Kita tak
cuci karena makan waktu lama.
Segera Inge memakai roknya lagi,
demikian juga aku. Sedang CD-nya dilipat dan dimasukkan ke dompetnya
karena masih basah kena lendir saat kugosok clitorisnya di rumah makan
tadi. Dalam perjalanan pulang Inge sempat bertanya,
“Bapak jadi kawin kapan?”
“Iya masih 2-3 tahun lagi, tunggu pacarku selesai kuliah”, sahutku.
“Kenapa?” tanyaku. Inge merebahkan kepalanya ke bahuku sambil berkata,
“Inge tak akan kawin dulu kok tunggu kalau mungkin ada mukjizat.”
“Maksud Inge?” tanyaku.
“Siapa
tahu suatu saat Inge dapat kabar gembira dari Bapak. Sebab Inge malam
ini benar-benar merasakan kenikmatan yang hebat dari Bapak dan lebih
dari itu Inge merasakan Bapak meniduri Inge dengan penuh kasih dan
kemesraan yang layaknya suami istri yang dipenuhi rasa cinta.
Kapan-kapan Inge boleh merasakan lagi ya Pak?”
“Kapan saja Inge kangen saya bersedia, tapi Inge harus benar-benar atur waktunya jangan sampai Inge hamil yaa!” pesanku.
Saat
mobil sampai di rumah kost, Inge tak segera turun ia malah merangkul
leherku dan ditariknya aku, lalu diciuminya seluruh wajahku dengan penuh
perasaan hatinya dan terlihat matanya memerah dan berkaca-kaca. Aku
jadi terenyuh dibuatnya, kubelai rambutnya dan kuusap matanya yang
berair lalu kubisiki, “Inge jangan sedih, kan tiap hari kita masih
bertemu. Inge malam ini capai nanti langsung istirahat ya, jangan
melamun macam-macam ya sayang?” pesanku sambil kubelai sayang dari
rambutnya pipinya terus payudaranya sampai pahanya yang terbuka itu,
baru Inge mau turun dengan senyum kecil.
Esok harinya
di kantor pagi-pagi saat kupanggil Inge untuk memberikan tugas, ia masuk
ke kamarku dengan senyum-senyum manja, setelah kujelaskan tugas-tugas
yang harus dikerjakan kutanya kenapa kok senyum-senyum. Inge menjawab
sambil mendekat ke sisiku, “Pak, air maninya semalam baru keluar tadi
saat Inge duduk di kantor, sekarang CD Inge jadi basah.” Karena Inge
sudah mendekat tandanya minta untuk dibuktikan, maka kuraba melalui
bawah roknya dan benar CD bagian vaginanya basah juga sela-sela pahanya
basah agak licin dan ternyata baunya memang seperti maniku. Aku bilang,
“Inge kamu cuci dulu sana ya.” Inge menggelengkan kepalanya dan berkata,
“Biarin saja Pak, Inge toch nggak punya CD lagi di kantor malah nggak
enak kalau dilepas CD-nya, sampai nanti sore juga tak apa-apa malah
nanti siang mungkin sudah kering sendiri.” Lalu tanganku digenggam
erat-erat dan memandang tajam penuh arti dan berkata,
“Kapan Bapak mau memberikan kemesraan dan kepuasan lagi pada Inge?”
“Kapan saja terserah Inge”, kataku.